Halaman 3
Sebelum pergi mengisi perutnya, seperti biasa darda pun melangkah terlebih
dahulu kekamar adik tercinta yasinta, darda
pun mengetuk pintu dua kali secara
perlahan sebab darda tak ingin mengganggu tidur nyenyak sang adik.
Darda membuka pintu kamar adiknya berjalan perlahan
dan duduk persis di samping yasinta, dengan senyuman lemah dan tatapan lesunya
darda pun meraih tangan sang adik, dia menutup matanya seolah khusyuk mendoakan
kesehatan sang adik, alunan doa yang tak
terdengar karena angin lebih sibuk bergumam.
“amin” timbal yasinta mendengar
kakaknya memanjatkan doa, tetapi darda tak pernah mendengar jawaban sang adik
karena dia lebih dulu melangkah keluar. Dengan senyuman lebar yasinta pun
menarik selimutnya kembali, seolah dia sudah tahhu bahwa dua ketukan pelan di
pintunya itu adalah sang kakak yang baru pulang bekerja.
Tak banyak waktu yang bisa dia ceritakan kepada sang kakak, tak sedikit
pun keluh dan kesal dia luapkan, sebab yasinta sama sekali tak mau menggangu
istirahat darda, karena baginya darda adalah sosok kakak yang penuh tanggung
jawab, kebisuan ini membuat banyak
pertanyaan, dan kehampaan adalah semua jawaban.
Hanya hari minggu yang selalu yasinta tunggu karena di hari itu sang
kakak bisa sepenuhnya ia miliki, tetapi tak juga banyak opsi untuk sekedar memilah
kegembiraan dan kesedihan.
“hanya satu pintaku tuhan, jauhkan kakak dari segala keburukan dan
keraguan”
Kutipan yang selalu yasinta katakan
di setiap doa-doa nya.
Dahinya mulai mengkerut, matanya
tertutup pula bibirnya yang bergetar sebab yasinta tak sanggup menahan air
matanya yang berlinang membasahi se isi kamar, entah apa yang ada di fikirannya
yasinta begitu kencang memeluk guling yang ia pegang, Di atas kamar tidur yang penuh
harapan ini yasinta memanjat doa.
“darda ayo isi dulu
perutmu yang kosong itu” sahut sang nenek, iya nek timpal darda menjawabnya, darda pu lekas pergi ke ruang
makan, darda pun duduk rapih dan tertib selayaknya pelanggan setia di sebuah
restoran.
Sang nenek mengambil
semangkuk nasi dan satu buah sendok plastic berwarna putih, lalu di guyurkan
sup bayam serta sepasang tahu dan tempe di atas nya, indah tersusun rapih bak
sajian istimewa ala chef di acara televisi.
“maaf ya, nenek Cuma bisa menghidangkan ala kadarnya” sembari memberikan makan malam kepada cucu
tersayangnya.
Tidak nek, darda
yang minta maaf darda tidak bisa memberikan nenek uang lebih untuk berbelanja,
itu semua bukan keslahan nenek, itu tanggung jawab darda , nenek pun tersenyum lepas.
Sang nenek terus menatapi
wajah cucu kesayangannya, darda yang tertunduk lahap dengan khusyuk menyantap
hidangan yang di buat oleh sang nenek.
halaman 4
halaman 4
novel energi psikis bab1 - ritual
4/
5
Oleh
denis pea
