Rabu, 28 September 2016

energi psikis chapter 1 bab 2 - lurus


Bab 2 lurus
Halaman 6

            Gelap dan hampa menjadi instrumen yang mengagumkan untuk ku olah dan kerjakan, angan dan harapan seolah berdansa mengikuti perintahku, akulah penguasa di dunia ini, dunia yang tak perlu aku kelola dengan busuk dan buruknya sebuah aturan, ataupun ringkihnya sebuah keyakinan di dunia ini aku menciptakan yang tak pernah ku buat, di dunia ini sempurna adalah kenyataan.
Pertama kali rintik hujan muncul di pagi buta ini, suasana hening kental terasa di telinganya begitupun cuaca yang sangat dingin melekat di sekujur badannya, waktu seolah bergerak pelan mengikuti pergerakan bola matanya,
            Mata yang gelisah seolah mencoba keras mengangkat kelopak yang begitu berat untuk terbuka, seperti hari-hari sebelumnya darda selalu terbangun sebelum alarm di handphone nya berdering, tetapi tak ada yang bisa dia perbuat di atas kasurnya yang tipis ia hanya terlentang di samping pintu jendela tanpa gorden,
Mengumpulkan sisa sisa memori yang dia punya dan membuat sepercik imaji yang tak pernah bisa mengontrolnya.
Tetapi Tak ada getaran di tubuh darda, tak ada banyak gerakan yang dia lakukan, seolah seperti sebongkah kayu yang pasrah terbawa arus sungai yang deras mengalir menunggu luasnya lautan lepas, darda hanya menunggu alarm berbunyi dan hingga matanya terbuka kemudian.

            “dzzzdzzzdzz kring kring” suara alarm berbunyi beradu dengan getaran handphone di atas meja kecilnya, tepat pukul 5 dini hari darda mulai terbangun layaknya lagu lama yang populer dan terus dia dengar setiap hari.
Darda tak pernah mematikan alarmnya, dia hanya menunggu suara di handphone nya berhenti sendiri, memaksa suara alarm masuk ke gendang telinganya berharap alunan kencang itu memasuki jiwa dan benaknya, membangunkan semua tanda Tanya yang merasuki otaknya.
memasang raut muka yang penuh kebingungan seolah olah topeng membelenggui seluruh wajahnya, raut wajah itu tak pernah ia lihat meskipun kaca besar di hadapannya terpampang jelas di balik ekspresinya.
Sementara alarm yang kian berbunyi kencang bergerak tak beraturan, membuat handphone darda hampir jatuh di hadapannya, semenit berselang suara keras itu terhenti dibarengi langkah kaki darda yang mulai berjalan keluar kamarnya.

            “pagi kak?” sahut yasinta, sembari dia lambaikan tangan kanan kearah darda, senyum tulus terpampang jelas di raut wajah yasinta gerakan lincahnya bak kelinci lucu yang menunggu sang kakak memeluknya,
ya jawab darda senyum lebar pun dia berikan, usapan halusnya mendarat pelan di atas kepala sang adik, tetapi pelukan itu tak pernah yasinta dapatkan.
Aku tak mau semua ragu dan gelisah ini menempel dan meresap ke pelukan adikku, suara hati darda yang tak pernah bisa ia utarakan.

Tetapi yang darda tahu bahwa kasih sayangnya lebih besar daripada yang mereka lihat dan rasakan.
                                                                                                                    halaman 7

Artikel Terkait

energi psikis chapter 1 bab 2 - lurus
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email